Contoh Kasus
Cybercrime
Contoh kasus di
Indonesia
Pencurian dan
penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari sebuah
ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang
dicuri dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan
secara fisik, pencurian account cukup menangkap userid dan password saja. Hanya
informasi yang dicuri.
Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda yang
dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang
tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunaan dibebani biaya penggunaan
acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat
adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak situs
web. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah
halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan
dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di
Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Probing dan
port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke
server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan
adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis
apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat
menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail
server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah
dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang
digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan
firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan
kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah
mencurigakan. Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port
scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang
paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan
Superscan (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows).
Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi
jenis operating system yang digunakan. Sedemikian kompleksnya bentuk kejahatan
mayantara dan permasalahnnya menunjukan perlunya seorang profesional yang
secara khusus membidangi permasalahan tersebut untuk mengatasi atau setidaknya
mencegah tindak kejahatan cyber dengan keahlian yang dimilikinya. Demikian pula
dengan perangkat hukum atau bahkan hakimnya sekalipun perlu dibekali
pengetahuan yang cukup mengenai kejahatan mayantara ini disamping tersedianya
sarana yuridis (produk undang-undang) untuk menjerat sang pelaku.
UNDANG-UNDANG CYBER CRIME
I.1 Regulasi
tenang cyber crime yang ada di indonesia
Untuk saat ini
Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai
cybercrime walaupun rancangan undang-undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000
dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang
teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI
oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun
dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki.
Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat
dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang
menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
a. Kitab Undang
Undang Hukum Pidana
Dalam upaya
menangani kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan analogi atau
perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP.
Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena
melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam
KUHP pada cybercrime antara lain :
1) Pasal 362 KUHP
yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit
milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja
yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk
melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang
dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata
ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2) Pasal 378 KUHP
dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu
produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang
tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi,
pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah
uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli
tersebut menjadi tertipu.
3) Pasal 335 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui
e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan
membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku
biasanya mengetahui rahasia korban.
4) Pasal 311 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media
Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e-mail kepada teman-teman korban
tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail ke suatu mailing
list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5) Pasal 303 KUHP
dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di
Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6) Pasal 282 KUHP
dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak
beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat
sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran
domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa
bukan merupakan hal yang ilegal.
7) Pasal 282 dan
311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
8) Pasal 378 dan
262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan
seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang
nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9) Pasal 406 KUHP
dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang
lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
b.Undang-Undang
No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1
angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer
adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
Hak cipta untuk
program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program
komputer/software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan
peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta
menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah.Misalnya, program anti
virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan
harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan
keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak
lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia
yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan
pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak
memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
c.Undang-Undang
No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1
angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka
Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat
komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk
gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan
Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi
dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke
sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a) Akses ke
jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa
telekomunikasi
c) Akses ke
jaringan telekomunikasi khusus
Apabila seseorang
melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU
www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d.Undang-Undang
No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm
dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai
tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan). Misalnya Compact Disk –Read Only Memory (CD -ROM), dan
Write -Once Read -Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang
tersebut sebagai alat bukti yang sah.
e.Undang-Undang
No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang
yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai
tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan
prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan
merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang
(Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima
transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh
tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan. Dalam
Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup
mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan
tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi
yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap
pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi
pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan
transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan
data–data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti
elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat
bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang
No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Selain
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti
elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Salah satu ketentuan yang dapat
dipedomani dalam hal barang bukti Adalah ketentuan pada pasal 36 KUHAP yang
mengatur tentang barang bukti yang dapat disita yaitu :
1. Benda atau
tagihan tersangka / terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari
tindak pidana.
2. Benda yang
telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana.
3. Benda yang
dipergunakan untuk menghalang – halangi penyidikan.
4. Benda yang
khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana.
5. Benda lain
yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
-NOVITASARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar